Bandung (BRS) – Merespon kasus yang kian hari kian merebak di kalangan masyarakat mengenai kelangkaan minyak goreng, Satgas Pemulihan Ekonomi Daerah (PED) melaksanakan webinar berjudul “Kolaborasi dan Integrasi Rantai Pasok Minyak Goreng”, Rabu (23/2/2022).
Hal ini menjadi mendesak dan penting mengingat menyangkut upaya pemerintah dalam masa pemulihan serta transformasi ekonomi daerah dalam masa pandemi COVID-19 dalam kaitannya dengan pembenahan rantai pasok komoditas di Jawa Barat.
Sejumlah narasumber hadir pada webinar ini, diantaranya Dr. Eng. Nur Budi Mulyono Ketua Tim Norhed dari SBM ITB, Prof. Togar M. Simatupang Guru Besar SBM ITB, Setiawan Wangsaatmaja Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Ipong Witono Ketua Harian Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED Jabar), dan Oke Nurwan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan RI.
Setelah dibuka oleh Ipong Witono dan Setiawan Wangsaatmaja, sesi diskusi dipandu oleh Nur Budi dari SBM ITB. Panelis yang dihadirkan terdiri dari Andre Manuhutu mewakili PT RNI, Yudi Hartanto mewakili Aprindo Jawa Barat, Yusmar Anggadinata Direktur Utama LAPI ITB, dan Togar Simatupang.
Keempat pembicara ini memberikan pandangan keadaan di lapangan dan peluang penanganan situasi.
Pemaparan materi oleh keempat pembicara dapat disimpulkan bahwa kelangkaan dan kebijakan mengenai kelangkaan bahan pokok ini dapat diselesaikan dengan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas.
“Opsinya sudah jelas, ada perbaikan regulasi, pembentukan sistem layanan integrasi digital, distribusi yang lebih intensif dari jalur penugasan seperti BUMN untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Togar Simatupang dalam paparannya.
Sesi diskusi memberikan indikasi perlunya pemerintah untuk lebih serius bukan hanya menangani kemelut jangka pendek, namun pembenahan sistem logistik minyak goreng dalam jangka panjang.
Tim Satgas perlu dibentuk dengan kewenangan untuk memperlancar arus pasokan dari hulu ke hilir dan teknologi digital memungkinkan untuk dilakukan dengan efektif.
Harga eceran tertinggi harus didasarkan oleh sistem pasokan yang terkendali untuk menstabilkan pasokan kepada konsumen tanpa merugikan pedagang. Tentunya ada tahapan darurat untuk titik-titik kritis dan ada tahapan transisi untuk produksi dan distribusi barang yang dibandrol dengan harga eceran pemerintah.
Bila perlu pemerintah dapat membeli kembali stok dengan harga lama yang sudah keburu dibeli oleh para pedagang supaya tidak ada penimbunan.
“CPO energi memang penting, namun CPO pangan haruslah didahulukan,” tutup Togar Simatupang.