Bandung (BRS) – Tidak banyak masyarakat yang tahu bagaimana perjalanan listrik di Indonesia, apalagi selama ini buku sejarah tentang perlistrikan di Indonesia masih terbilang sangat jarang.
“Catatan sejarah perlistrikan dibutuhkan bukan hanya sekedar mencatat perkembangan infrastrukturnya saja, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah perkembangan sosial budaya masyarakat, akibat dari adanya listrik,” ungkap Eko Sulistyo salah satu narasumber dari Diskusi dan Bedah Buku ‘Jejak Listrik di Tanah Raja’ di Bandung, Jumat sore (22/4/2022).
Sebagai penulis dari buku tersebut, Eko yang juga tercatat sebagai salah satu Dewan Komisaris PT. PLN (Persero) ini, mengemukakan, melalui buku tersebut, dirinya ingin menyampaikan bahwa yang harus dicatat dari hadirnya listrik di Indonesia adalah sebuah perubahan sosial budaya masyarakat dari tradisional ke modern.
Lebih lanjut Eko memaparkan dalam bukunya, perjalanan listrik masuk di Surakarta atau Solo yang kala itu notabene adalah wilayah kerajaan, namun sedikit banyak juga memiliki kemiripan dengan daerah lain yang pertama dialiri listrik.
“Bagaimana respon masyarakat waktu itu, baik dari kalangan agama, seniman dan masyarakat umum tentang hadirnya listrik, itu menarik dicatat. Di Surakarta sendiri yang berperan banyak tentang masuknya listrik adalah Rajanya sendiri yang antusias ingin mengaliri Solo dengan listrik, dan kala itu bekerjasama dengan perusahaan listrik Belanda,” paparnya.
“Lalu juga diceritakan pada buku ini, bagaimana perusahaan listrik di Surakarta dibangun pada tahun 1901 dan baru dapat mengaliri listrik di tahun 1930,” cerita Eko.
Dalam buku Jejak Listrik di Tanah Raja, Eko juga menyinggung tentang perkembangan listrik di daerah lain seperti Jawa Barat yang dikatakan paling maju dibanding daerah lain pada masa itu.
“Jawa Barat saat Itu paling maju, dan ini ditandai dengan banyaknya pembangunan pembangkit listrik oleh Belanda, seperti PLTA Dago Bengkok, PLTA Plengan, PLTA Cikalong, PLTA Lamajan dan lain-lain,” ungkap Eko.
Buku yang berisi lebih dari 270 halaman ini sangat menarik untuk dibaca, seperti diketahui dalam satu bulan buku ini sudah masuk cetakan kedua.
“Saya termasuk orang yang sulit menyelesaikan bacaan buku. Tapi buku ini, saya tamat membacanya dalam seminggu. Ini sangat menarik, berisi sejarah perjalanan listrik dan bagaimana adanya perubahan budaya kala itu dari tradisional ke modern,” ucap Ahda Imron, seorang sastrawan yang juga menjadi narasumber bedah buku.
“Seandainya banyak petinggi-petinggi BUMN yang bisa bercerita seperti Pak Eko ini, saya yakin kecintaan terhadap BUMN itu sendiri akan semakin besar,” imbuh Ahdan.
Diskusi dan Bedah Buku Jejak Listrik di Tanah Raja juga menghadirkan narasumber lain sebagai pembahas yaitu General Manager PT PLN UID Jabar Agung Nugraha, Sejarawan dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya UNPAD Fadly Rahman dan Sastrawan Ahda Imran.