Bandung (BRS) – Berinvestasi di pasar modal menjadi salah satu cara agar nilai uang yang dimiliki sesorang investor terus berkembang, tidak tergerus oleh inflasi. Salah satu produk investasi di pasar modal yang populer adalah saham, yang juga merupakan salah satu produk investasi modern yang diperdagangkan di pasar modal dunia, termasuk di Indonesia.
Secara defenisi, saham adalah bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan atau bukti penyertaan modal. Pemilik saham memiliki hak untuk mendapatkan dividen sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
“Dengan memegang saham, maka individu atau institusi bisa mengklaim kepemilikannya pada sebuah perusahaan. Dengan memiliki saham perusahaan, artinya, pemegang saham berapa pun jumlah lembar yang dimilikinya, berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),” ucap Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Jabar Reza Sadat Shahmeini daoam keterangan persnya, Jumat (11/3/2022).
Salah satu cara untuk memiliki saham sebuah perusahaan, yakni calon investor harus membelinya di pasar modal atau melalui Bursa Efek Indonesia (BEI).
Namun, perlu diingat bahwa seorang investor hanya bisa membeli saham di BEI setelah membuka rekening Efek di perusahaan sekuritas, dan bertransaksi melalui perusahaan sekuritas yang terintegrasi dengan sistem perdagangan di BEI.
“Pembelian saham oleh investor individu bisa dilakukan baik di Pasar Perdana maupun Pasar Sekunder. Pasar Perdana adalah ketika saham perusahaan pertama kali ditawarkan kepada investor publik, sebelum tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI),” paparnya.
Sementara pasar sekunder adalah pembelian saham setelah saham tersebut dicatat di BEI. Minimum pembelian saham sebanyak satu lot atau 100 lembar saham.
Harga beli saham di pasar perdana mengikuti harga penawaran saham yang disampaikan Perusahaan Efek yang bertindak sebagai penjamin emisi efek ketika saham tersebut ditawarkan kepada investor publik oleh perusahaan.
Sementara harga beli saham yang sudah ada di pasar sekunder menggunakan harga acuan terakhir saat penawaran beli disampaikan. Harga saham di Pasar Sekunder bergerak setiap waktu mengikuti harga jual dan beli yang terjadi setiap detik.
Keuntungan investasi saham diperoleh ketika investor mendapatkan dividen saham serta ketika mendapatkan capital gain atau keuntungan dari penjualan saham.
Dividen adalah bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham, yang besarannya disepakati dalam RUPS. Namun, dividen bisa saja tidak dibagikan kepada pemegang saham, jika dalam RUPS menyetujui seluruh laba perusahaan digunakan untuk ekspansi perusahaan atau alokasi lainnya.
Sementara keuntungan dari capital gain diperoleh jika harga beli saham lebih rendah dari harga jual saham. Selisih antara harga beli dan harga saham saat ini, jika nilainya positif maka investor disebut mendapatkan potential gain. Sebaliknya, jika harga saham saat ini lebih tinggi dari harga beli saham, maka disebut memiliki potential loss. Tetapi kondisi ini masih potensial selama belum direalisasikan atau belum dijual oleh investor.
Jika capital gain dan capital loss sudah direalisasikan, baru menjadi untung atau rugi. Karena harga saham akan mengalami fluktuasi setiap waktu, maka jika tujuan investasi untuk jangka panjang, tidak perlu terlalu merisaukan ketika terjadi potential loss.
“Karena jika kinerja perusahaan bagus, harga saham akan naik kembali mendekati harga wajar sahamnya,” kata Reza.
Kenaikan harga saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan permintaan beli dari investor. Semakin banyak yang meminati untuk membeli saham tersebut, semakin naik harganya.
“Sebaliknya, jika pada suatu waktu banyak yang menjual saham tersebut, maka harganya bisa turun,” paparnya.
Permintaan jual dan beli saham dipengaruhi faktor kinerja perusahaan dan faktor eksternal seperti kondisi perekonomian, situasi politik, keamanan dan lainnya. Untuk itu perlu mencermati berbagi faktor-faktor ini, yang akan berdampak pada harga saham.
Jadi, keuntungan berinvestasi saham adalah potensi dividen dan capital gain. Sementara risiko investasi saham adalah potensi capital loss akibat faktor-faktor tadi. Salah satu cara untuk mengelola risiko adalah dengan berinvestasi saham jangka panjang, yakni di atas lima tahun, dan melakukan diversifikasi investasi, yaitu tidak mengalolasikan seluruh dana investasi di instrumen saham, dan melakukan diversifikasi dalam memilih saham.
Semakin banyak saham yang dimiliki akan semakin rendah risiko penurunan harga dari salah satu saham. Memiliki 5-6 saham akan lebih baik dibanding hanya berinvestasi pada satu saham.
“Jika modal investasi lebih besar, maka jumlah saham yang dimiliki bisa lebih banyak lagi, dan bisa memilih saham dari beberapa jenis sektor. Ingat kembali prinsip investasi, don’t put your eggs in one basket,” pungkasnya.